SEJARAH GULINGAN

Pulau Bali adalah pulau yang telah dikenal dari jaman dahulu sampai sekarang, hal ini disebabkan oleh alamnya yang indah dan budayanya yang tinggi serta dijiwai oleh Tattwa Agama Hindu. Dari sejak jaman Bali Purba maupun setelah mendapat pengaruh ajaran Siwa Sidharta dan Budha Mahayana yang disebut Hindu.

Peranda Sakti Telaga yang lebih dikenal dengan sebutan Pedanda Sakti Ender, karena perilaku beliau seperti urak-urakan namun sakti mandraguna, akibat perilaku beliau itulah terjadi perselisihan paham dengan Ida Pedanda Istri Rai, tatkala berada di Gelgel, lalu beliau meninggalkan saudara-saudaranya mengembara, dan dalam pengembaraannya beliau selalu menolong orang lain yang dalam kesusahan, pada suatu saat beliau melihat sinar redup seperti sinarnya rembulan maka seketika itupun beliau menuju ketempat itu serta melakukan tapa yoga semadi.
Di tempat inilah beliau lama tinggal dan banyak mempunyai murid. Tempat inilah yang kiranya disebut Subak Bulan, dari tempat ini beliau pergi ke arah timur, dengan jalan merambas hutan belantara (Babakan = merambas) untuk dijadikan sawah lading bagi para pengiringnya, beliau juga mendirikan pesramaan pertapaan yang selalu bersinar cemerlang, bagaikan api yang menyala-nyala, tempat ini menjadi suci dan angker yang disebut agni sala (rumah api), yang sekarang kiranya Pura Gede Bang Api yang terletak di Ulun Uma Badung. Disebelah utara Banjar Babakan di Pura Agni Sala ini beliau memberikan ajaran tentang atiwa-atiwa (upacara kematian) dengan sarana tirta pengentas yang hanya boleh dibuat oleh para sulinggih. Mengenai tempat atau pura ini adalah berdasarkan peristiwa yang beliau saksikan tatkala sedang bertapa di Subak Bulan yakni adanya nyala api di kejauhan.
Karena beliau banyak mempunyai murid, ada yang berprilaku sungguh-sungguh ada yang senang menguji kemampuang sang Pendeta, salah satunya adalah : Beliau disuru memetik daun sirih dengan tidak memanjat pohon tunjangannya, pada saat inilah beliau mempertunjukkan kemampuannya dengan melakukan pemusatan cipta dengan mantra pengeredana dan serta merta pohon sirih itu melepaskan dirinya dari pohon tunjangannya, seakan akan mempersembahkan dirinya kepada Sang Pendeta.
Pada suatu malam datanglah salah seorang murid mempersembahkan buah nangka, sang pendeta tahu yang dibawanya itu adalah nangka tetapi karena hari malam, beliau mencoba menanyakan apa yang dibawa muridnya itu, muridnya mencoba menguji kemampuan gurunya, ia mengatakan mempersembahkan sebuah semangka, ketika itu merasa dirinya dipermainkan sehingga marah dan mengutuknya “agar tidak ada Brahmana di tempat ini, kalau nantinya akan menjadi putung”.
Ida PedandaSakti telaga lalu membuat temapt istirahat dan pebejian yang akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Beji Resi, tempat istirahat beliau lebih dikenal dengan sebutan Batulumbung, kiranya sekarang disebut dengan Banjar Batulumbung.
Ida Pedanda juga sering digoda oleh wong peri, atas kemampuan beliau, wong peri mengakui kehebatan Ida Pedanda hingga terjadilah hubungan baik. Beliau akhirnya membuat pemandian suci disebut Beji Taman Sari.
Entah apa sebabnya di Mahapura terjadi grubug, lalu Ida Pedanda Sakti Ender dimohon untuk menyelamatkan rakyat Mahapura dari Malapetaka grubug tersebut, setelah beliau ngeredana kembali segar bugarlah rakyat mahapura tersebut, tempat beliau ngeredana disungsung dan didirikan Pura Sakti di lokasi Balai Banjar Pande Mengwi.
Sekembali beliau dari Mahapura, di Balai Banjar Lebah orang-orang disana sedang membuat daging guling, melihat kedatangan beliau dari barat, cepat-cepatlah daging guling tersebut disembunyikannya, oleh karena beliau senang meminta apa saja yang dilihatnya. Orang-orang tersebut berpura-pura bersantai-santai, menyaksikan adegan tersebut , beliau menanyakan apa yang disembunyikan dan dijawab dengan serentak bahwa yang disembunyikan adalah “Timun Guling” , lalu beliau berkata : Kalau memang benar itu timun guling, biarlah sudah itu timun guling, sambil melanjutkan perjalanan pulang, setelah beliau lewat cepat-cepatlah daging itu dibukanya, dengan amat sangat terkejut seluruh warga yang menyaksikan kejadian itu serentak, apa yang dilihat itu adalah benar-benat Timun Guling.

Kiranya tempat peristirahatannya atau tempat melakukan Tapa Yoga semadi itu yang dalam bahasa Jawa Kuno disebut dengan Pegulingan yang berarti tempat tidur, dari kata pegulingan, menjadi kata Gulingan yang akhirnya menjadi nama sebuah Desa yakni Desa Gulingan.
Disamping data-data tersebut ada juga sebutan dalam sebuah Prasasti Angsri yang menyebutkan di sebelah timur Puri Mahapura telah ada pesraman  yang indah dan suci, pada kenyataannya sekarang ada beberapa peninggalan berupa : sebuah Goa yang disebut “Goa Lalu Pati”, bearada disebelah timur Pura Desa Adat Gulingan, menghadap ke Barat dan berhadapan dengan pancoran Lalu Pati, di Pura Desa dan Pura Puseh ada peninggalan “Lingga Yoni” lambing Siwa beserta saktinya, Pabejian Ida Bhetara disebut Pancoran Saraswati, Pancoran tersebut menghadap keselatan yang berpapasan dengan aliran sungai, yakni air mengalir dari selatan ke utara, disebelah selatan Pancoran Saraswati, adea Banjar Panglan, Panglan yang berrti Pemuwunan (Setra), kiranya setra tersebut berkaitan dengan pengasraman “Goa Lalu Pati”, sampai sekarang setra tersebut dipakai oleh Banjar Babakan Desa Adat Gulingan.

Berdasarkan data-data tersebut, kiranya Desa Gulingan sudah dikenal sebelum kedatangan Danghyang Dwijendra di Bali, sehingga dapat diperkirakan sebelum abad ke-15, demekian juga dengan kedatangan Ida Pedanda Sakti Ender, yang dapat diperkirakan pada abad ke-17, mulai dikenal dengan nama Desa Gulingan, demekian juga dengan Babad Mengwi, Desa Gulingan mendapat perhatian khusus oleh Raja Mengwi, Cokorda Munggu, untuk mengatur tata letak nama banjar dan penempatan masyarakatnya.

3 komentar:

Desa gulingan masih hijau,mohon diberi sosialisasi secara rutin masyarakatnya agar tidak buang sampah sembarangan di sungai,juga tindak tegas aparat desa yang korupsi dan rubah budaya yang jelek di masyarakat!

Desa gulingan masih hijau,mohon diberi sosialisasi secara rutin masyarakatnya agar tidak buang sampah sembarangan di sungai,juga tindak tegas aparat desa yang korupsi dan rubah budaya yang jelek di masyarakat!

Mohon normalisasi aliran air yang di sebelah timur pasar mengwi

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites